Seksualitas bukan ada di tubuh melainkan di pemikiran. Jika ada kasus kejahatan seksual, perempuan yang disalahkan.
Munculnya foto polisi menengur remaja putri yang memakai celana pendek menuai keberatan dari Komnas Perempuan. Polisi Tangerang telah memberi alasan bahwa mereka menegur adalah untuk menghindari tindak pornografi dan hal-hal yang tidak diinginkan.
"Seharusnya kata-kata tersebut tidak keluar dari aparat negara," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Masruchah saat ditanya pendapatnya mengenai peristiwa tersebut di Jakarta, seperti ditulis laman beritasatu.com, hari ini.
Masruchah mengungkapkan bahwa polisi sebagai pelindung masyarakat seharusnya memposisikan diri sebagai pengaman, bukannya melarang dan berkata seolah remaja tersebut bisa menjadi penyebab tindak pornografi.
Menurutnya, dalam konteks kebebasan berekspresi seharusnya tidak ada pelarangan mengenai bagaimana perempuan boleh berpakaian.
"Kalau main larang dengan alasan bisa mengundang nafsu, sama saja polisi melempar tanggung jawab kepada perempuan," tambahnya.
Sopan atau tidaknya berpakaian menurut kategori tertentu adalah masalah konteks kenyamanan. Perempuan seharusnya bebas berpakaian sesuai kenyamanan masing-masing.
Masruchah berujar bahwa kejahatan seksual bisa terjadi di mana pun dan pada siapa pun, bahkan pada yang berpakaian tertutup.
"Ini kan soal cara pandang ya. Seksualitas bukan ada di tubuh melainkan di pemikiran. Jika ada kasus kejahatan seksual, perempuan yang disalahkan karena dianggap mengundang," ungkapnya.
Penyadaran harusnya diberikan kepada pelaku. Hal ini penting karena masalah moral adalah tanggung jawab seluruh masyarakat dan tentunya digerakkan oleh pemerintah.
Perubahan pola pikir dalam memandang seksualitas perempuan sebagai pemicu kejahatan seksual tentunya harus sihapuskan.
"Jika pakai celana pendek saja dilarang, bisa-bisa kemudian perempuan dilarang nonton bola dan lama-lama perempuan bisa dilarang keluar rumah," tukas Masruchah.
Sumber
Munculnya foto polisi menengur remaja putri yang memakai celana pendek menuai keberatan dari Komnas Perempuan. Polisi Tangerang telah memberi alasan bahwa mereka menegur adalah untuk menghindari tindak pornografi dan hal-hal yang tidak diinginkan.
"Seharusnya kata-kata tersebut tidak keluar dari aparat negara," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Masruchah saat ditanya pendapatnya mengenai peristiwa tersebut di Jakarta, seperti ditulis laman beritasatu.com, hari ini.
Masruchah mengungkapkan bahwa polisi sebagai pelindung masyarakat seharusnya memposisikan diri sebagai pengaman, bukannya melarang dan berkata seolah remaja tersebut bisa menjadi penyebab tindak pornografi.
Menurutnya, dalam konteks kebebasan berekspresi seharusnya tidak ada pelarangan mengenai bagaimana perempuan boleh berpakaian.
"Kalau main larang dengan alasan bisa mengundang nafsu, sama saja polisi melempar tanggung jawab kepada perempuan," tambahnya.
Sopan atau tidaknya berpakaian menurut kategori tertentu adalah masalah konteks kenyamanan. Perempuan seharusnya bebas berpakaian sesuai kenyamanan masing-masing.
Masruchah berujar bahwa kejahatan seksual bisa terjadi di mana pun dan pada siapa pun, bahkan pada yang berpakaian tertutup.
"Ini kan soal cara pandang ya. Seksualitas bukan ada di tubuh melainkan di pemikiran. Jika ada kasus kejahatan seksual, perempuan yang disalahkan karena dianggap mengundang," ungkapnya.
Penyadaran harusnya diberikan kepada pelaku. Hal ini penting karena masalah moral adalah tanggung jawab seluruh masyarakat dan tentunya digerakkan oleh pemerintah.
Perubahan pola pikir dalam memandang seksualitas perempuan sebagai pemicu kejahatan seksual tentunya harus sihapuskan.
"Jika pakai celana pendek saja dilarang, bisa-bisa kemudian perempuan dilarang nonton bola dan lama-lama perempuan bisa dilarang keluar rumah," tukas Masruchah.
Sumber