Keasyikan chatting lewat Blackberry Messenger (BBM) memang sering menyita waktu bahkan banyak orang yang lupa diri. Bahkan, bisa berakibat fatal kalau sampai membuat lalai sekitarnya. Di Baturraden, Banyumas, saat asyik ber-BBM ria, seorang ibu melalaikan bayinya sehingga tewas tertimpa bantal. Peristiwa tragis ini diceritakan seorang Kompasianer dengan nama pena Titi, Jumat (30/9/2011) siang tadi.
Dari cerita Titi, kejadiannya sekitar pukul 11.45 tadi. Saat bapak bayi tersebut pulang dari tempat kerja untuk melaksanakan shalat Jumat, ia mendapati sang bayi sudah lemas tak bersuara seperti biasa. Sementara sang ibu tengah asyik menggunakan BlackBerry-nya di ruang tamu. Seketika itu juga sang bapak melarikan bayinya ke klinik untuk memeriksakan keadaan bayinya.
Namun malang, bayi itu sudah tidak bernyawa lagi walau masih terasa hangat. Hasil pemeriksaan dokter, jantung tak lagi berdetak, tidak ada suara paru, dan dipastikan pupil dari kedua matanya yang sudah melebar atau midriasis dan tidak adanya refleks cahaya dari pupil mata itu. Ini adalah salah satu tanda pasti kematian karena relaksnya otot siliaris pupil dalam bola mata.
"Saat datang ke klinik kami, bapak ini membopong bayinya didampingi sang ibu yang masih menggenggam BlackBerry-nya itu, setelah dokter menjelaskan semua keadaan yang ada, spontan sang bapak merampas BB istrinya itu dan melemparkan ke tembok klinik hingga hancur berantakan," tulis Titi.
Cerita miris tersebut langsung mendapat banyak tanggapan dari pembaca JagoanBerita. Hanya dalam hitungan jam sejak diunggah sekitar pukul 12.00 sudah dibaca lebih dari 60.000 kali dan 75 komentar pada pukul 22.00. Rata-rata mengingatkan kembali kepada semua orang agar tidak lalai menggunakan teknologi.
Ada yang menyalahkan sang ibu. Tapi, ada juga yang tetap bersimpati dengan peristiwa yang menimpa keluarga tersebut. Bagaimana trauma psikologis sang ibu saat disalhkan oleh suami sebagai pneyebab kematian anaknya.
"Inalilahi wa innailaihi rojiun… Semoga ayahnya dberi ketabahan dan ibunya mendapat pelajaran yang berharga…," demikian salah satu komentar.
Di antara pembaca, ada pula yang menyangsikan cerita Titi bahkan menuding sebagai hoax karena tidak disertai rincian lokasi kejadian dan korban. Namun, menurut Titi, menjadi hak tempatnya bekerja untuk merahasiakan data pasien kecuali untuk kepentingan penyelidikan hukum. Titi merupakan salah satu penulis di Kompasiana yang akunnya terverifikasi.
Dari cerita Titi, kejadiannya sekitar pukul 11.45 tadi. Saat bapak bayi tersebut pulang dari tempat kerja untuk melaksanakan shalat Jumat, ia mendapati sang bayi sudah lemas tak bersuara seperti biasa. Sementara sang ibu tengah asyik menggunakan BlackBerry-nya di ruang tamu. Seketika itu juga sang bapak melarikan bayinya ke klinik untuk memeriksakan keadaan bayinya.
Namun malang, bayi itu sudah tidak bernyawa lagi walau masih terasa hangat. Hasil pemeriksaan dokter, jantung tak lagi berdetak, tidak ada suara paru, dan dipastikan pupil dari kedua matanya yang sudah melebar atau midriasis dan tidak adanya refleks cahaya dari pupil mata itu. Ini adalah salah satu tanda pasti kematian karena relaksnya otot siliaris pupil dalam bola mata.
"Saat datang ke klinik kami, bapak ini membopong bayinya didampingi sang ibu yang masih menggenggam BlackBerry-nya itu, setelah dokter menjelaskan semua keadaan yang ada, spontan sang bapak merampas BB istrinya itu dan melemparkan ke tembok klinik hingga hancur berantakan," tulis Titi.
Cerita miris tersebut langsung mendapat banyak tanggapan dari pembaca JagoanBerita. Hanya dalam hitungan jam sejak diunggah sekitar pukul 12.00 sudah dibaca lebih dari 60.000 kali dan 75 komentar pada pukul 22.00. Rata-rata mengingatkan kembali kepada semua orang agar tidak lalai menggunakan teknologi.
Ada yang menyalahkan sang ibu. Tapi, ada juga yang tetap bersimpati dengan peristiwa yang menimpa keluarga tersebut. Bagaimana trauma psikologis sang ibu saat disalhkan oleh suami sebagai pneyebab kematian anaknya.
"Inalilahi wa innailaihi rojiun… Semoga ayahnya dberi ketabahan dan ibunya mendapat pelajaran yang berharga…," demikian salah satu komentar.
Di antara pembaca, ada pula yang menyangsikan cerita Titi bahkan menuding sebagai hoax karena tidak disertai rincian lokasi kejadian dan korban. Namun, menurut Titi, menjadi hak tempatnya bekerja untuk merahasiakan data pasien kecuali untuk kepentingan penyelidikan hukum. Titi merupakan salah satu penulis di Kompasiana yang akunnya terverifikasi.